“Kasih ibu, kepada beta
Tak
terhingga sepanjang masa
Hanya
memberi, tak harap kembali,
Syair lagu
di atas merupakan salah satu lagu anak-anak yang sangat terkenal dan tentu saja
hampir semua anak Indonesia, khususnya anak yang bersekolah hafal lagu
tersebut. Meskipun syair lagu tersebut sangat pendek, akan tetapi makna yang
terkandung di dalam syair lagu itu sangat dalam sekali. Bahkan pesan moral yang
disampaikan dari lagu tersebut tak akan pernah lekang oleh waktu.
Sebagai seorang
anak meskipun saat ini saya sudah berkeluarga sendiri dan telah memiliki anak
pula, akan tetapi saya tidak akan pernah melupakan lagu tersebut yang sudah
saya hafal saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Karena dengan
mengingat atau terkadang menyanyikan lagu tersebut meskipun hanya di dalam hati
akan mengingatkan saya kepada sosok pejuang dan pahlawan dalam hidupku, sosok
tersebut tak lain adalah ibu.
Mengingat apa yang telah dilakukan
dan diberikaan ibu kepada saya tentu tidak akan pernah cukup, bahkan sebagai
seorang anak saya merasa dan percaya bahwa sampai matipun tidak akan pernah
bisa membalas apa yang telah diberikan oleh ibu. Sesuai dengan lirik lagu
diatas seorang ibu “hanya memberi, tak harap kembali” artinya seorang ibu akan
senantiasa dengan ikhlas dan tulus memberikan segala yang ia punya kepada
anaknya tanpa mengharap untuk mendapatkan balasan.
Sehingga sangat tepat jika ada
analogi yang mengatakan bahwa “hati ibu seluas samudera”. Hal tersebut
menggambarkan bahwa seorang ibu memiliki kasih dan sayang yang tidak terbatas
kepada anaknya sebagaimana diibaratkan seperti samudera yang sangat luas yang
tak seorangpun akan mampu bisa melihat luasnya samudera dengan mata telanjang. Terutama
dalam hal mendidik anak-anaknya menjadi pribadi yang unggul yang bisa dibanggakan
kepada masyarakat luas.
Itulah salah satu yang dilakukan
oleh ibu saya, beliau merupakan sosok ibu yang sangat disiplin dalam mendidik
anak-anaknya. Saya adalah anak terakhir (bungsu) dari tiga bersaudara. Meskipun
sebagai anak terakhir, saya mendapatkan didikan yang sama dengan yang diberikan
kepada kaka-kakak saya, tidak ada pilih kasih diantara kami. Ibu mendidik kami
dengan sangat tegas, dan penuh kedisiplinan. Meskipun kedua orang tua saya, ibu
tamatan sekolah dasar (SD) dan bapak tamatan sekolah rakyat (SR), namun dalam hal
mendidik anak mereka sangat tekun sekali.
Terutama ibu, bagi kami bertiga
ibu sangat tegas dalam mendidik, diantara hasil didikannya yang hingga saat ini
tidak pernah kami lupa terutama saya adalah soal sifat iri hati. Sejak kecil
saya didik untuk tidak menjadi seseorang yang iri terhadap orang lain. Dalam hal
ini ibu sangat tegas sekali, kami tiga bersaudara, terutama saya sejak kecil diajarkan
bagaimana agar tidak iri jika ada teman yang memiliki mainan. Bahkan saking
tegasnya ibu melarang kami meminjam mainan kepada teman, larangan itupun
biasanya hanya dilakukan ibu dengan cara memandang kami dengan tatapan tajam,
dengan kode tersebut biasanya saya sudah paham bahwa ibu melarang saya meminjam
mainan teman tersebut.
Boleh dibilang hal tersebut
terbawa hingga saat ini, dan saya mengerti bahwa apa yang dilakukan oleh ibu saya
dengan melarang saya meminjam mainan kepada teman sewaktu kecil merupakan
sebuah pelajaran berharga agar saya menjadi sosok yang tidak silau dan iri
ketika ada orang lain memiliki barang berharga. Larangan itu juga saya maknai
sebagai didikan agar saya menjadi seorang yang bisa menerima segala sesuatu
sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Selain itu, ibu saya juga
merupakan sosok yang sangat disiplin terutama dalam hal ibadah. Semua anaknya dididik
agar senantiasa menjalankan ibadah sesuai perintah agama, terutama dalam hal
salat. Ibu akan tegas mengingatkan, menegur bahkan marah jika saya lalai dalam
menjalankan ibadah salat. Pernah ketika saya masih duduk di bangku MTs di Blora,
saya mencari rumput setelah pulang sekolah. Saat itulah disamping mencari
rumput saya pergunakan waktu itu untuk bermain bersama teman-teman, terutama
bermain sepakbola. Namun karena keasyikan bermain sepakbola akhirnya saya
terlambat pulang ke rumah, sampai di rumah ternyata sudah menjelang magrib.
Melihat saya datang menjelang
magrib, ibu langsung marah karena tahu bahwa saya tentu belum salat asar karena
beliau hafal saya biasanya salat asar setelah pulang mencari rumput. Dalam marahnya
tersebut beliau juga berpesan supaya saya tidak mengulangi perbuatan itu lagi,
karena beliau sebagai orang tua beserta bapak tidak pernah mengajarkan anaknya
untuk lalai dalam hal ibadah terutama salat. Apalagi saya juga dianggap sudah
tahu dari pelajaran mengaji di madrasah bahwa “sebaik-baiknya muslim adalah
yang salat pada waktunya”. Bahkan setelah saya dewasa dan harus belajar di luar
kota untuk kuliah, salah satu pesan yang paling saya ingat dari ibu adalah “jangan
sekali-kali meninggalkan salat”.
Selain dalam hal ibadah, ibu juga
mengajarkan kepada saya agar disiplin dalam belajar, baik itu belajar ilmu umum
maupun ilmu agama. Kedua orang tua saya, terutama ibu selalu berpesan agar kami
bertiga anaknya menjadi orang yang lebih pintar dari kedua orang tuanya. Bahkan
meskipun sempat diejek oleh para tetangga karena menyekolahkan saya dan kedua
saudara saya hingga ke perguruan tinggi, namun mereka tidak memperdulikan. Satu
hal yang diinginkan oleh orang tua saya adalah agar anaknya menjadi orang yang
berilmu dan bermanfaat kepada orang lain.
Ketegasan dan kedisiplinan ibu
dalam mendidik saya itulah yang hingga saat ini menjadikan spirit bagi
saya
untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa bermanfaat bagi
masyarakat luas.
Apa yang telah dilakukan dan diberikan oleh ibu kepada saya sejak mulai
saya
kecil hingga saat ini tentu merupakan perwujudan bagaimana hati seorang
ibu
seluas samudera. Ibu melakukan itu bukan untuk pribadinya tetapi untuk
kebaikan
anak-anaknya, bahkan untuk kebaikan masyarakat yang lebih luas. Hal
itulah yang bisa saya tangkap dari makna sebuah ungkapan "hati ibu
seluas samudera" dimana dalam mendidik seorang anak, seorang ibu tidak
hanya mementingkan kepentingan anak agar menjadi seseorang yang pandai
dan sukses secara individual, melainkan bagaimana seorang anak tersebut
mampu bermanfaat secara sosial.
Sehingga di saat
sekarang ini, ketika saya menjadi seorang pendidik saya merasa bahwa ini merupakan salah satu hasil dari
kerja keras ibu dalam mendidik saya, dan tak lupa tentunya doa dari beliau yang
tak pernah putus merupakan berkah bagi kehidupan saya. Saya percaya, seorang anak tidak
akan pernah bisa membalas jasa dan budi kepada kedua orang tuanya terutama ibu.
Namun, semoga dengan jalan saya menjadi seorang pendidik bagi anak-anak
berkebutuhan khusus menjadi perjuangan dan ibadah saya yang apabila diridhoi
oleh Allah swt menjadi amal baik bukan hanya bagi saya tetapi menjadi amal
jariyah bagi ibu tercinta saya, amien.
baca yang ikut ga ibu seluas samudra ini bikin kangen mama huhuhu
BalasHapusya, ibuku adalah segalanya... ortu tinggal satu, harus benar-benar dijaga dan disayangi hingga sisa umurnya.... salam kenal, mari berkunjung juga ke blog saya:
BalasHapushttp://belonomi.blogspot.com/