Program sekolah lima hari yang mulai berlaku di Jawa Tengah tampaknya tidak disambut dengan baik oleh semua komponen yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan. Pro dan kontra di masyarakat pun terjadi seiring berlakunya program sekolah lima hari. Ada yang sudah melaksanakan ada pula yang belum. Kontroversi sekolah lima hari tersebut tampaknya akan berbuntut panjang karena sebagain pihak merasa keberatan.
Sebanyak
empat kabupaten/kota di Jawa Tengah secara resmi melayangkan surat keberatan
dan tidak siap menjalankan Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor
420/00675/2015 tentang lima hari sekolah. Empat daerah tersebut adalah
kabupaten/kota Solo, Pekalongan, Boyolali dan Temanggung (SM, 7/8/2015).
Meskipun ada penolakan dari empat daerah tersebut pelaksanaan sekolah lima hari
bagi SMA, SMK dan SLB di Jateng terus berlanjut dan akan dievaluasi setelah
satu tahun berjalan.
Kebijakan
yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebenarnya memiliki
tujuan yang sangat baik yaitu agar para siswa bisa memiliki waktu yang lebih
lama untuk berkumpul bersama keluarga yaitu pada hari Sabtu dan Minggu. Namun
demikian kebijakan tersebut menui pro dan kontra di masyarakat Jawa Tengah.
Mereka yang pro beralasan bahwa anak memang membutuhkan waktu yang lebih banyak
dengan keluarga agar orang tua juga bisa mempunyai kesempatan mendidik anaknya
di rumah lebih banyak.
Adapun
yang kontra berpendapat bahwa sekolah lima hari justru akan menambah beban
siswa karena waktunya belajar di sekolah menjadi lebih panjang. Bukan hanya itu
saja sekolah lima hari juga dianggap bisa mengancam pendidikan madrasah diniyah
yang di beberapa daerah rata-rata dilaksanakan mulai pukul 15.00-17.00 WIB.
Alasan siswa kesulitan transportasi saat pulang sore juga menjadi salah satu
faktor utama kenapa beberapa daerah di Jawa Tengah menolak program lima hari
sekolah. Belum lagi hilangnya kesempatan siswa untuk mengikuti ekstrakurikuler
sekolah dan les privat di beberapa lembaga bimbingan belajar menjadi program
lima hari sekolah dianggap layak untuk ditolak.
Bagi
penulis sendiri kebijakan Gubernur Jateng tentang lima hari sekolah merupakan
salah satu program di sektor pendidikan yang perlu mendapat dukungan dari semua
pihak. Karena bagaimanapun juga tujuan agar siswa lebih banyak memiliki waktu
bersama keluarga layak menjadi pertimbangan, selain agar orang tua memiliki
kesempatan untuk lebih banyak menanamkan pendidikan karakter kepada
anak-anaknya.
Namun
disisi lain alasan keberatan beberapa daerah untuk tidak melaksanakan kebijakan
lima hari sekolah dari Gubernur patut menjadi perhatian. Karena bagaimanapun
juga dampak yang diakibatkan oleh suatu kebijakan yang merasakan adalah
masyarakat di daerah bukan para pejabat yang membuat aturan. Oleh sebab itulah
seyogyanya Gubernur dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah
perlu mencarikan solusi yang tepat agar program lima hari sekolah tidak
menimbulkan dampak negatif di masyarakat.
Pembelajaran Efektif
Kunci persoalan
yang ditimbulkan akibat program lima hari sekolah sebenarnya terletak pada
konsekuensi lamanya jam belajar siswa. Jika sebelumnya pada enam hari sekolah
jam belajar siswa mulai pukul 07.00 - 13.30 atau14.00 WIB kecuali hari Jum’at
dan Sabtu, maka pada lima hari sekolah jam belajar siswa dimulai pukul
07.00-16.00 WIB. Lamanya jam belajar inilah yang dianggap bisa membuat siswa
akan menjadi lebih terbebani dan bisa menghilangkan kesempatan siswa untuk
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, les dan privat di luar sekolah maupun waktu
untuk mengaji.
Bagi penulis
sendiri keberhasilan proses pembelajaran di sekolah sebenarnya bukan hanya
ditentukan dari lamanya belajar sampai sore maupun hari yang lebih banyak. Akan
tetapi keberhasilan proses pembelajaran lebih ditentukan oleh seberapa efektif
guru dapat menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya dengan metode
pembelajaran yang menarik. Selain itu agar pembelajaran lebih efektif dan
berhasil maka sarana dan prasarana penunjang pembelajaran harus memadai.
Kata kuncinya
terletak pada sumber daya manusia (guru) dan juga sarana dan prasarana. Jika
guru sudah profesional ditambah dengan sarana-prasarana pembelajaran di sekolah
yang mamadai maka niscaya akan tercipta proses belajar-mengajar yang efektif,
efisien dan menyenangkan. Oleh sebab itulah agar program lima hari sekolah
menjadi efektif dan berhasil kuncinya bukan terletak pada penambahan jam
belajar siswa akan tetapi lebih pada peningkatan sumber daya guru dan
peningkatan sarana-prasarana sekolah.
Oleh sebab itulah
untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme guru maka pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan harus sering
mengadakan pelatihan peningkatan kompetensi bagi guru. Selain itu penambahan
fasilitas pembelajaran di sekolah-sekolah juga harus menjadi prioritas.
Harapannya jika kedua hal tersebut dapat terpenuhi maka proses pembelajaran di
sekolah akan menjadi lebih efektif dan berkualitas.
Jika pembelajaran
siswa sudah berkualitas maka program sekolah lima hari yang dicanangkan oleh
gubernur Ganjar Pranowo tentu akan dapat berjalan efektif tanpa harus menambah
jam belajarsiswa hingga sore. Sehingga dalam hal ini siswa tidak dirugikan dan
tetap bisa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah, bisa ikut les dan privat
serta tetap bisa mengikuti kegiatan mengaji di rumah. Dan yang paling penting
para siswa bisa mendapatkan waktu yang lebih lama untuk berkumpul bersama
keluarga karena hari Sabtu dan Minggu libur.
Sarana prasarana yang kurang menunjang kebutuhan pembelajaran memang sangat berpengaruh pada hasil yang di harapkan pada pembelajaran.
BalasHapusmaaf sebelumnya kudet nih, kalau disana apa kurtilas masih ada, apa sekolah-sekolah tertentu saja?