Diskusi publik yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Nahdlatul
Ulama (ISNU) Kota Semarang pada hari Sabtu 29 Oktober 2016 di Hotel Siliwangi
Semarang memang penting. Tema yang dibahas pun sangat menarik yaitu “Pesantren
dan Pendidikan Kontra Radikalisme”. Tema tersebut seakan ingin menegaskan
kembali bahwa pendidikan pesantren adalah pola pendidikan yang tidak pernah
mengajarkan paham radikalisme, sebaliknya pesantren senantiasa mengajarkan pendidikan
Islam yang rahmatal lil alamin.
Jika kita berbicara mengenai pesantren, maka kita harus mengenal dulu
apa itu pesantren atau pondok pesantren. Ada lima elemen dasar dari pondok
pesantren yang tidak bisa dilepaskan dari profil sebuah pesantren, yaitu
pondok, masjid, kitab klasik (kuning), santri dan kyai. Kelima unsur inilah
yang yang kemudian dianggap sebagai pilar dasar sebuah pesantren. Tanpa adanya
kelima hal tersebut maka tidak bisa disebut sebagai pesantren. Pesantren bersama
kyai dan santrinya juga menjadi salah satu elemen pembangun bangsa Indonesia.
Sebab pesantren merupakan salah satu penyokong utama eksistensi bangsa ini. Lembaga
pendidikan agama tertua di Indonesia bersama para santrinya juga menjadi salah
satu bagian terpenting lahirnya bangsa Indonesia, tanpa adanya peran santri
mungkin bangsa Indonesia tidak bisa memperoleh kemerdekaannya.
Namun stigma yang berkembang akhir-akhir ini menjurus pada pandangan
bahwa pesantren (pondok pesantren) merupakan akar terjadinya kekerasan,
anarkisme, radikalisme serta terorisme yang terjadi di Indonesia. Hal itu
dikarenakan para pelaku tindakan kekerasan tersebut rata-rata pernah mengeyam
pendidikan di pesantren. Lebih khusus lagi persoalan terorisme di Indonesia
selalu diidentikkan dengan pesantren.
Beberapa kasus terorisme di Indonesia seperti bom bali 1 dan 2 sampai
terbaru bom Thamrin Jakarta pelakunya ternyata pernah nyantri di pesantren.
Sehingga tidak mengherankan jika masyarakat luas, kemudian beranggapan bahwa
pesantren adalah sarang teroris. Para pelaku terorisme Indonesia seperti Ali
Imron, Amrozi cs memang alumnus sebuah pondok pesantren, namun bukan berarti
masyarakat bisa dengan bebas menyebut bahwa pondok pesantren merupakan sarang
teroris.
Fitnah yang kejam yang menyebut bahwa pondok pesantren merupakan
sarang teroris tentu saja menyakiti kaum kaum santri utamanya mereka yang
pernah atau sedang mengeyam pendidikan di pondok pesantren. Lebih-lebih para
kyai yang memiliki pondok pesantren ikut-ikutan terseret kedalam pusaran fitnah
yang sangat menyesatkan. Apalagi bagi para kyai Nahadaltul Ulama’ yang
rata-rata memiliki pondok pesantren besar dengan jumlah santri mulai darii
ratusan hingga ribuan yang ada di berbagai penjuru tanah air.
Harus diakui bahwa memang ada beberapa pondok pesantren di beberapa
tempat yang berkaitan dengan pelaku terorisme. Menurut Dr. Najahan Musyafak
Ketua Forum Kooordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah dalam diskusi yang
digelar Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kota Semarang di Hotel Siliwangi
Semarang 29 Oktober 2016 yang lalu menyebutkan bahwa diantaranya ponpes yang
berkaitan dengan terorisme adalah ponpes Ngruki (Solo) pimpinan Abu Bakar
Baasyir, ponpes Ibnu Mas’ud (Bogor), ponpes Miftahul Huda (Subang), ponpes
Nurussalam (Ciamis), Ponpes Al Islam (Lamongan), ponpes Daarussyahdah
(Boyolali), serta ada beberapa pesantren lainnya yang terindikasi berkaitan
dengan kasus radikalisme dan terorisme.
Namun bukan berarti pondok pesantren yang berkaitan dengan terorisme
tersebut dalam kesehariannya mengajarkan terorisme akan tetapi pelaku terorisme
kebetulan berasal dari tempat tersebut. Bagaimanapun juga kita mengetahui bahwa
tidak ada satu pondok pesantren pun di Indonesia ini memiliki kurikulum yang
mengajarkan santrinya untuk berbuat kekerasan apalagi untuk melakukan tindakan terorisme.
Hal yang paling penting untuk diketahui adalah pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang senantiasa mengajarkan nilai-nilai
Islam yang komprehensif dan moderat. Pesantren selalu mengajarkan nilai-nilai
luhur akhlakul karimah, dan tak pernah sekalipun di dalam pesantren mengajarkan
para santrinya untuk berbuat kekerasan. Oleh sebab itulah sangat salah kiranya
jika pesantren dianggap sebagai sumber munculnya berbagai gerakan radikalisme
maupun terorisme yang muncul belakangan ini.
Pesantren Penangkal Radikalisme
Bangsa indonesia pada dasarnya lahir dengan fitrah keragaman etnis,
suku, agama, budaya, adat istiadat, bahasa serta kehidupan sosial. Keragaman tersebut
merupakan refleksi dari sunnatullah, oleh sebab itulah realitas keragaman
tersebut harus disikapi dengan cara melakukan ta’aruf (mengenal) antara satu
dengan lainnya. Hal itu harus dilakukan agar tidak terjadi salah paham antar
individu maupun kelompok masyarakat agar tidak memunculkan perbedaan yang
berujung pada kekerasan yang bisa menimbulkan radikalisme maupun terorisme.
Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan Islam yang telah lama
mengajarkan nilai-nilai luhur dalam menghadapi berbagai keragaman yang terjadi.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya santri dalam satu pesantren yang berasal
dari berbagai daerah dengan berbagai macam keragaman etnis, suku, budaya,
kebiasan, bahasa maupun status sosial. Namun di dalam pesantren semua keragaman
tersebut bisa berbaur menjadi satu dengan nama Santri. Hal itu membuktikan
bahwa pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang sangat
inklusif dan moderat sehingga dari sana akan memunculkan nilai-nilai ukhuwah
islamiyyah,ukhuwah bashariyah dan ukhuwah wathaniyah.
Nilai-nilai luhur yang diajarkan di pesantren itulah yang sebenarnya merupakan
salah satu kunci untuk menangkal paham-paham radikalisme ataupun terorisme yang
saat ini sedang marak menyebar di tanah air. Menurut Dr. Syamsul Ma’arif ketua
ISNU Kota Semarang sekaligus dosen UIN Walisongo Semarang yang pernah melakukan
penelitian tentang pesantren menyebutkan bahwa dalam prespektif kebudayaan ajaran
pesantren sesungguhnya dapat dijadikan sarana untuk melakukan counter terhadap
berbagai paham radikalisme yang muncul belakangan ini karena pesantren sesungguhnya
identik dengan budaya bangsa yang sarat akan nilai-nilai luhur.
Budaya saling menghargai, saling menghormati, sopan-santun, gotong-royong,
bekerjasama, toleransi, kesederhanaan, kemandirian serta budaya luhur bangsa
lainnya telah diterapkan di dalam kehidupan pesantren sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Sehingga
sangat mustahil jika masih saja ada orang yang menyebutkan bahwa akar
terjadinya gerakan radikalisme maupun aksi terorisme yang terjadi di negeri ini
akibat pendidikan yang diajarkan di dalam pondok pesantren.
Pondok pesantren merupakan miniatur dari bangsa Indonesia, karena
berawal dari pesantren pula bangsa ini bisa merdeka. Pesantren memiliki peran
yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa
Indonesia secara keseluruhan.
wah aku aykin sih dengan NU, mereka juag sanagt mengharagai kearifkan lokal dan itu yang membuat NU begitu hebat saat ini dan sangat menghargai perbedaab
BalasHapusSepakat mas,
Hapussalam dari saya
terima kasih atas kunjungannya
Pesantren sebagai gerbang pendidikan agama memang memegang peranan yang sangat kuat dalam menanamkan budaya toleransi dan saling menghargai sehingga sangat kuat dalam membentengi generasi mudah dari tindak radikalisme
BalasHapus